Elektabilitas Tidak Menjamin, Kepentingan Politik Jadi Prioritas
Jakarta, sebagai barometer demokrasi bagi daerah lain, menjadi sorotan menjelang Pilkada Gubernur 2024, dengan beberapa aspek yang menyoroti sifat dinamis lanskap politiknya. Manuver politik untuk Pilkada 2024 telah terlihat sejak Pemilu 2024. Para calon yang diharapkan akan bertarung dalam kontes ini ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi dan survei yang telah dibahas. Berdasarkan survei (INDIKATOR, 2024), calon terkuat untuk Gubernur Jakarta dalam Pilkada 2024 adalah Anies Baswedan, dengan 39,7% suara. Dia diikuti oleh Ahok dengan 23,8%, dan Ridwan Kamil dengan 13,1%. Namun, per 19 Agustus 2024, hanya Ridwan Kamil yang telah resmi dinyatakan sebagai calon Gubernur Jakarta, berpasangan dengan Suswono.
Anies Baswedan memiliki hasil survei lebih dari 3 kali lipat dibandingkan Ridwan Kamil.
Nasib Anies Baswedan sebagai calon dengan elektabilitas tertinggi diprediksi akan batal dalam pertarungan Pilkada Gubernur Jakarta. Spekulasi ini muncul setelah rapat pleno pada 18 Agustus 2024, di mana KPU Jakarta memutuskan bahwa Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abyoto memenuhi persyaratan dukungan untuk maju dalam Pilkada Gubernur Jakarta 2024 sebagai calon independen. Keputusan ini menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan masyarakat Jakarta dan telah memicu kekhawatiran mengenai dugaan penipuan kartu identitas (KTP) oleh pasangan calon independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana dalam upaya mereka untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur Jakarta. Apa yang sedang direncanakan di sini?
12 Partai Politik Membentuk Koalisi: Apa Motif Mereka?
Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus) telah secara resmi mendukung Ridwan Kamil dan Suswono dalam Pilkada Gubernur Jakarta yang akan datang. Dengan dukungan dari 12 partai politik, koalisi ini memberikan kekuatan signifikan bagi tiket gubernur Ridwan Kamil-Suswono (Metro TV, 2024a). Konsolidasi partai politik di belakang pasangan calon ini menimbulkan pertanyaan tentang motif sebenarnya di balik aliansi ini.
Melihat kembali ke 24 Juni 2024, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Keadilan Sejahtera (DPW PKS) Jakarta, Khoirudin, secara resmi mengusulkan pencalonan Anies Baswedan untuk Pilkada Jakarta 2024 dalam siaran langsung di kanal YouTube PKS (PKSTV, 2024). Namun, munculnya Suswono sebagai calon wakil Ridwan Kamil dalam pilkada gubernur ini, menandakan bahwa PKS telah mengalihkan dukungannya dari Anies Baswedan dan secara resmi bergabung dengan koalisi kuat KIM Plus.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memperoleh persentase kursi tertinggi dalam Pilkada Jakarta, yang menurut Ahmad Riza Patria (Ketua DPD Partai Gerindra Jakarta), memberikan hak kepada PKS untuk memilih wakil gubernur sebagai pendamping Ridwan Kamil setelah bergabung dengan koalisi KIM Plus. Kesempatan ini memungkinkan PKS untuk menominasikan salah satu kadernya, Suswono, untuk memainkan peran krusial dalam Pilkada Gubernur Jakarta 2024. PKS diharapkan dapat memperkuat koalisi KIM Plus secara signifikan. Penominasian Suswono menandai berakhirnya dukungan PKS untuk Anies Baswedan dalam kontes ini.
Analis politik Ray Rangkuti, selama siaran "Panggung Demokrasi", juga membahas kemunculan Suswono. Pencalonan Suswono secara efektif menyingkirkan Kaesang, yang sebelumnya dikabarkan akan menjadi pendamping Ridwan Kamil di Jakarta. Sebagai kader PKS, Suswono dipandang sebagai calon yang paling efektif untuk menggalang dukungan dari basis PKS, yang memegang kursi terbanyak di DPR dan mampu menarik dukungan substansial ke dalam koalisi KIM Plus (Metro TV, 2024b).
Aspek menarik lainnya dari koalisi ini adalah keterlibatan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Menurut Sekretaris Desk Pilkada PKB, bergabung dengan KIM Plus adalah pilihan realistis untuk berpartisipasi dalam Pilkada 2024. Dengan hanya 10 kursi legislatif, PKB tidak mampu secara independen mencalonkan kandidatnya sendiri. Spekulasi tentang ketegangan antara PBNU dan PKB juga berperan dalam keputusan PKB untuk bergabung dengan koalisi ini. Namun, hal ini dibantah dengan tegas, dengan penjelasan resmi bahwa penggabungan PKB ke dalam koalisi didorong oleh potensi kuat Ridwan Kamil dan Suswono untuk menang dalam Pilkada Gubernur 2024.
Pada Juni 2024, Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jakarta secara resmi menyatakan dukungannya untuk Anies Baswedan sebagai calon utama untuk kursi gubernur Jakarta. Pada Rabu, 12 Juni 2024, Hasbiallah Ilyas, Ketua DPW PKB Jakarta, mengumumkan keputusan ini secara langsung dari kantor partai di Pulo Gadung, Jakarta Timur. Namun, PKB segera menghadapi momen kritis dalam strategi politiknya ketika memutuskan untuk bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus, bersama sebelas partai lainnya, untuk mendukung Ridwan Kamil dan Suswono sebagai gubernur dan wakil gubernur Jakarta (Bustomi, 2024).
Sebelum beraliansi dengan KIM Plus, PKB telah mendukung Anies Baswedan sebagai calon gubernur Jakarta, bahkan menjadi partai pertama yang memberikan dukungan ini. Namun, setelah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Nasdem, yang sebelumnya mendukung Anies, bergabung dengan KIM Plus, sikap PKB berubah. Yahya Staquf, Ketua Umum Nahdlatul Ulama (PBNU), mengkritik PKB di bawah kepemimpinan Muhaimin Iskandar karena sering mengubah keputusannya. PBNU memandang PKB sebagai tidak konsisten dan menuduhnya tidak melibatkan para ulama dalam pengambilan keputusan (Septiana, 2024).
Sebelumnya, PKB dan PBNU telah dikaitkan dengan berbagai isu, dan konflik mereka semakin intensif. Kedua kelompok telah terlibat dalam serangan verbal melalui media sosial dan media massa. Muhammad Rodli Kaelani, Sekretaris Jenderal Dewan Koordinasi Nasional Garda Bangsa, melaporkan bahwa pemimpin PBNU saat ini berusaha mengambil alih kontrol PKB, yang dipimpin oleh Muhaimin Iskandar, juga dikenal sebagai Cak Imin. Tuduhan tersebut termasuk upaya untuk mengambil alih PKB dengan membentuk panitia khusus (Pansus PKB) dan motivasi politik di balik Komite Khusus Haji yang diprakarsai oleh DPR, yang bertujuan untuk mengeluarkan saudara Yahya, Yaqut Cholil Qoumas, dari posisinya sebagai Menteri Agama (Amin, 2024). Perubahan mendadak dalam arah politik PKB menuju KIM Plus tampaknya sejalan dengan pertarungan kekuasaan yang lebih luas antara PKB dan PBNU, yang menarik perhatian publik yang meningkat pada masalah yang sedang berlangsung antara kedua faksi.
Skenario Kandidat Boneka, Dharma-Kun: "Kami Bertindak Sebelum Pemilihan Presiden Dimenangkan"
Istilah "kandidat boneka" telah diterapkan pada pasangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abyoto oleh beberapa pihak. Opsi kotak kosong, yang diantisipasi akan menjadi rival Ridwan Kamil dalam Pilkada Gubernur Jakarta, hilang setelah KPU Jakarta secara resmi mengkonfirmasi pencalonan mereka. Dharma Pongrekun sendiri membantah label kandidat boneka, menyatakan bahwa deklarasinya untuk maju sebagai Gubernur Jakarta dilakukan jauh sebelum Pemilu Presiden 2024. Tanggal 3 Februari 2024, tercatat sebagai hari Dharma Pongrekun mendeklarasikan pencalonannya untuk Pilkada Gubernur Jakarta 2024, jauh sebelum Pemilu Presiden pada 14 Februari (Nasution, 2024).
Di sisi lain, beberapa pihak berpendapat bahwa pencalonan independen Dharma-Kun adalah bagian dari strategi oleh pihak-pihak tertentu untuk mencegah pemilihan tanpa persaingan melawan calon gubernur dan wakil gubernur yang didukung partai politik yang akan mendaftar kemudian. Ini diamati oleh Rat Rangkuti pada siaran "Panggung Demokrasi" pada 19 Agustus 2024, di mana ia mencatat bahwa calon independen tidak dilihat sebagai ancaman oleh Ridwan Kamil dan koalisinya. Ancaman nyata bagi Ridwan Kamil adalah Anies Baswedan, Ahok, dan opsi kotak kosong. Akibatnya, Anies tidak dapat maju karena PKS, PKB, dan Nasdem bergabung dengan koalisi KIM Plus. Selain itu, PDIP tidak dapat mencalonkan kandidatnya karena ambang batas pencalonan 25 persen untuk pemilihan kepala daerah melalui partai politik atau koalisi, yang menghambat mereka untuk mencalonkan Ahok, yang diharapkan menjadi calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta.
Mengenai opsi kotak kosong, Ray Rangkuti juga menunjukkan bahwa itu dilihat sebagai ancaman oleh koalisi KIM Plus karena akan memberi pemilih pilihan untuk tidak memilih Ridwan Kamil dalam pilkada gubernur 2024. Oleh karena itu, kemunculan calon independen dipandang sebagai taktik pembagian suara. Calon independen dicurigai menjadi bagian dari agenda tertentu karena data menunjukkan bahwa calon independen tidak termasuk dalam survei dibandingkan dengan nama-nama yang lebih populer untuk Gubernur Jakarta. Ini menunjukkan bahwa, secara elektoral, mereka masih jauh di bawah Ridwan Kamil, membuat kemungkinan memilih calon independen sangat rendah, dengan elektabilitas mereka bahkan tidak mencapai 1% meskipun memenuhi kualifikasi yang diperlukan (Metro TV, 2024b).
Investigasi Penyalahgunaan KTP dalam Dukungan Calon Independen
Pada 16 Agustus 2024, muncul tuduhan mengenai penyalahgunaan NIK (Nomor Induk Kependudukan) tanpa izin oleh beberapa penduduk Jakarta yang terdaftar sebagai pendukung pasangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana. Beberapa dari individu ini mengklaim bahwa mereka bahkan tidak mengenal para calon dan tiba-tiba terdaftar sebagai pendukung calon independen. Yang lebih aneh lagi adalah keterlibatan anak mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan, yang juga menjadi korban skema pengumpulan KTP untuk mendukung Dharma-Kun. Hal ini diungkapkan oleh Anies Baswedan melalui akun X/Twitter pribadinya. Selain anaknya, NIK saudara Anies dan seorang rekan dari tim kerjanya juga ditemukan di antara daftar pendukung calon independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana (Nur, 2024).
Tim relawan calon independen membela diri dengan menyatakan bahwa penyalahgunaan KTP yang dilaporkan melibatkan kurang dari 1% dari total dukungan yang mereka terima, dan mereka tetap yakin dengan kualifikasi mereka untuk pilkada gubernur Jakarta yang akan datang. Namun, beberapa anggota masyarakat mengangkat kekhawatiran tentang penolakan polisi terhadap pengaduan dari individu yang merasa dirugikan oleh penggunaan KTP mereka tanpa izin. Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Komisaris Ade Safri Simanjuntak, pengaduan semacam itu harus terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi dari Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) sebelum investigasi dapat dilanjutkan. Jika unsur pidana ditemukan, polisi kemudian akan menindaklanjuti kasus tersebut. Hingga saat ini, laporan yang diajukan masih dalam penyelidikan Bawaslu (Maharso, 2024).